Pada
akhir abad ke -18 VOC mengalami kemerosotan. Hal ini diakibatkan oleh:
1. persaingan
perdagangan dengan kongsi-kongsi lain dari bangsa Inggris dan Prancis,
2. penduduk Indonesia, terutama di Jawa telah menjadi
miskin sehingga tidak mampu membeli barang-barang VOC,
3. perdagangan
gelap merajalela, dan menerobos monopoli perdagangan VOC,
4. pegawai-pegawai
VOC banyak yang korupsi,
5. banyak biaya
perang yang dikeluarkan untuk mengatasi perlawanan penduduk, dan
6. kerugian yang
cukup besar dan utang yang berjumlah
banyak.
Akhirnya pada
tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan
dengan hutang 134,7 juta gulden. Hak dan
kewajibannya diambil alih oleh pemerintah Republik Bataafsche di bawah kendali
Prancis.
Pada tahun 1808, Daendels diangkat menjadi Gubernur
Jenderal untuk wilayah Indonesia. Tugas utamanya adalah untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan
pasukan Inggris.
Selanjutnya, Daendels diganti oleh Janssen namun ia
lemah. Akibatnya tidak mampu menghadapi Inggris. Melalui Kapitulasi Tuntang
Janssens menyerah kepada Inggris. Indonesia menjadi jajahan Inggris.
Kebijakan Pemerintah Kerajaan Belanda
(Republik Bataafsche)
Kebijakan pemerintah Kerajaan Belanda yang dikendalikan
oleh Prancis sangat kentara pada masa Gubernur Jenderal Daendels (1808 – 1811).
Kebijakan yang diambil Daendels sangat
berkaitan dengan tugas utamanya yaitu untuk mempertahankan Pulau Jawa dari
serangan pasukan Inggris.
Dalam
upaya mempertahankan Pulau Jawa, Daendels melakukan hal-hal berikut.
a. Membangun ketentaraan, pendirian tangsi-tangsi/ benteng, pabrik mesiu/senjata
di Semarang dan Surabaya serta rumah sakit tentara.
b. Membuat jalan pos dari Anyer sampai Panarukan
dengan panjang sekitar 1.000 km.
c. Membangun pelabuhan di Anyer dan Ujung Kulon
untuk kepentingan perang.
d. Memberlakukan
kerja rodi atau kerja paksa untuk
membangun pangkalan tentara.
Berikut
ini kebijakan-kebijakan yang diberlakukan
Daendels terhadap kehidupan
rakyat.
a. Semua pegawai
pemerintah menerima gaji tetap dan mereka dilarang melakukan kegiatan
perdagangan
b. Melarang
penyewaan desa, kecuali untuk mem- produksi
gula, garam, dan sarang burung.
c. Melaksanakan
contingenten yaitu pajak dengan penyerahan hasil bumi.
d. Menetapkan
verplichte leverantie, kewajiban menjual hasil bumi hanya kepada pemerintah
dengan harga yang telah ditetapkan.
e. Menerapkan
sistem kerja paksa (rodi) dan membangun ketentaraan dengan melatih orang- orang
pribumi.
f. Membangun
jalan pos dari Anyer sampai Panarukan sebagai dasar pertimbangan pertahanan.
g. Membangun
pelabuhan-pelabuhan dan membuat kapal perang berukuran kecil.
h. Melakukan
penjualan tanah rakyat kepada pihak swasta (asing).
i. Mewajibkan
Prianger stelsel, yaitu kewajiban rakyat
Priangan untuk menanam kopi.
Dalam melaksanakan pemerintahannya di Indonesia, Daendels
memberantas sistem feodal yang sangat diperkuat VOC. Untuk mencegah
penyalahgunaan kekuasaan, hak-hak bupati mulai dibatasi terutama yang
menyangkut penguasaan tanah dan pemakaian tenaga rakyat.
Selama memerintah, Daendels dikenal sebagai gubernur
jenderal yang kejam. Ia memerintah dengan menerapkan disiplin tinggi, keras, dan kejam. Hal ini dapat dibuktikan
saat Daendels menjalankan kerja rodi untuk
membangun jalan raya Anyer - Panarukan sepanjang 1000 km. Dalam
pembangunan tersebut, rakyat dipaksa kerja keras tanpa diberi upah atau makanan, dan apabila rakyat
ketahuan melarikan diri akan ditangkap dan disiksa.
Langkah-langkah
kebijakan Daendels yang memeras dan menindas rakyat menimbulkan:
a. kebencian yang
mendalam baik dari kalangan penguasa daerah maupun rakyat,
b. munculnya
tanah-tanah partikelir yang dikelola oleh pengusaha swasta,
c. pertentangan/perlawanan penguasa maupun rakyat,
d . kemiskinan dan
penderitaan yang berkepanjangan, serta
e. pencopotan
Daendels.
Pada tahun 1810, Kaisar Napoleon menganggap bahwa
tindakan Daendels sangat otoriter. Pada tahun 1811 Daendels ia ditarik kembali ke negeri Belanda dan digantikan oleh Gubernur Jenderal Janssens.
Ternyata Janssens tidak secakap dan sekuat Daendels dalam
melaksanakan tugasnya. Ketika Inggris menyerang Pulau Jawa, ia menyerah dan
harus menandatangani perjanjian di Tuntang pada tanggal 17 September 1811.
Perjanjian
tersebut dikenal dengan nama KapitulasiTuntang, yang berisi sebagai berikut.
a. Seluruh
militer Belanda yang berada di
wilayah Asia Timur harus diserahkan kepada Inggris dan menjadi
tawanan militer Inggris.
b. Hutang
pemerintah Belanda tidak diakui oleh
Inggris.
c. Pulau Jawa dan
Madura serta semua pelabuhan Belanda di luar Jawa menjadi daerah kekuasaan
Inggris (EIC)
Sumber : Buku
IPS untuk SMP/MTs Kelas VIII
Penulis : Sanusi
Fattah Amin Hidayat Juli Waskito, Moh. Taukit Setyawan
Back to Materi IPS SMP Kelas 8